Selasa, Februari 10, 2009

'THE CURIOUS CASE OF BENJAMIN BUTTON', Saat Usia Jadi Masalah

Pemain: Brad Pitt, Cate Blanchett

Proses penuaan kadang menjadi masalah bagi beberapa orang. Ada yang tak bisa menerima proses alami ini dan berusaha menghentikan atau memperlambatnya. Namun bagaimana seandainya ada yang bisa membalik proses ini? Apakah semua masalah lantas selesai?

THE CURIOUS CASE OF BENJAMIN BUTTON

Benjamin Button (Brad Pitt) terlahir di tahun 1860. Kelahiran bocah ini tergolong kasus yang sangat aneh. Beberapa jam setelah kelahirannya, Benjamin berubah menjadi pria berusia tujuh puluh tahun. Kejadian aneh ini berusaha ditutupi oleh orang tua Benjamin yang merasa malu dengan kejadian aneh ini.

Yang lebih aneh lagi adalah kenyataan bahwa Benjamin ternyata mengalami pembalikan proses penuaan. Dari usia tujuh puluh tahun, perlahan Benjamin tumbuh menjadi lebih muda. Proses pembalikan usia ini ternyata malah membuat kehidupan Benjamin menjadi lebih rumit. Keadaan jadi semakin sulit setelah Benjamin menikah dan memiliki putra. Bukannya tumbuh menjadi makin tua, Benjamin malah menjadi semakin muda dan akhirnya kembali menjadi anak-anak.

THE CURIOUS CASE OF BENJAMIN BUTTON

Film hasil besutan sutradara David Fincher ini diadaptasi dari sebuah cerita pendek karya F. Scott Fitzgerald dengan judul yang sama. Meski berkisah tentang sesuatu yang tak mungkin terjadi, sebenarnya film ini bicara tentang hakikat kehidupan dan apa yang dialami manusia sedari ia lahir hingga berakhir di liang kubur. Dan lebih dari itu semua, film ini bicara tentang cinta.

Untuk menuangkan cerita pendek karya F. Scott Fitzgerald ini sang sutradara memerlukan durasi sepanjang 166 menit. Ini tak mengherankan karena sang sutradara agaknya tak mau 'terburu-buru' dalam menuturkan kisah ini. Efek yang ingin dicapai memang bukan sekedar menceritakan kasus aneh yang dialami Benjamin Button namun lebih pada proses perubahan fisik dan mental yang dialami Benjamin agar penonton bisa ikut merenungi pergulatan batin yang dialami sang tokoh utama.

THE CURIOUS CASE OF BENJAMIN BUTTON

Memang film ini bukan termasuk film 'hiburan' dalam artian Anda bisa menikmatinya tanpa harus menggunakan otak sama sekali. Malahan dengan durasi hampir dua setengah jam, film ini cenderung jadi sebuah aktivitas yang cukup melelahkan. Untungnya film ini tak jadi membosankan karena baik suguhan visual effect hingga akting para pemainnya mampu mengusir kebosanan dan membuat penonton tetap bertahan hingga akhir film. Dan dengan pola penuturan kisah yang baik dan penyutradaraan yang brilian, jelas film ini jadi sebuah tontonan yang tak boleh dilewatkan.

'VICKY CRISTINA BARCELONA', Cinta Segi Tiga di Barcelona

Pemain: Scarlett Johansson, Penelope Cruz, Javier Bardem, Rebecca Hall

Vicky (Rebecca Hall) dan Cristina (Scarlett Johansson) adalah dua sahabat yang sedang berkunjung ke kota Barcelona untuk berlibur. Meski keduanya bersahabat baik, namun Vicky dan Christina adalah dua orang wanita yang berbeda jauh dalam karakter.

Vicky adalah wanita yang lebih bersikap tradisional jika menyangkut masalah asmara sementara Christina lebih bersikap 'bebas' meski ia sendiri kadang tak tahu apa yang ia inginkan. Keduanya lantas bertemu seorang seniman bernama Juan Antonio (Javier Bardem) dalam sebuah pameran seni.

Dalam waktu singkat, Juan Antonio dapat memikat Christina yang dari semula memang sudah tertarik dengan pria ini. Juan kemudian mengajak kedua wanita ini untuk berlibur di Oviedo. Christina serta-merta menerima ajakan ini sementara Vicky berusaha untuk menolak meski akhirnya ia pun ikut berangkat dengan harapan bisa menjauhkan Christina dari masalah karena ia melihat ada gelagat buruk pada diri Juan Antonio.

Selama berlibur di Oviedo, Christina justru jatuh sakit dan kesempatan ini membuat Vicky dan Juan Antonio jadi malah semakin dekat. Kisah asmara segi tiga ini jadi semakin rumit dengan munculnya MarĂ­a Elena (Penelope Cruz), mantan istri Juan Antonio.

Film hasil arahan sutradara Woody Allen ini mengambil lokasi syuting di beberapa kota Spanyol. Sebagian dana produksi bahkan disandang oleh pemerintah kota Barcelona dan Catalonia. Total biaya produksi film yang dinominasikan piala Oscar ini dikabarkan mencapai US$15 juta.

Seperti pada kebanyakan film arahan Woody Allen, film ini juga dilengkapi dengan bumbu seks meski tak seperti pada film-film sebelumnya. Di sini cinta dan seks seolah berbaur dan tak jelas batasannya. Masing-masing tokoh dalam film ini saling terlibat hubungan romantis namun tak sepenuhnya jelas apakah hubungan itu murni karena seks atau ada cinta di balik semua itu.

Rumitnya hubungan keempat tokoh yang ada dalam film ini pun dengan baik dapat diterjemahkan oleh para aktris dan aktor pendukung film ini menjadi sebuah ekspresi dan dialog yang alami. Mungkin ini tak terlalu mengherankan mengingat reputasi para pendukung film ini. Nama Scarlett Johansson dan Penelope Cruz jelas bukanlah nama baru di dunia film, sementara Javier Bardem adalah pemegang gelar aktor terbaik Oscar 2008 lalu.

Dan kekuatan naskah yang dipadu dengan akting first-class ini jadi makin terasa lengkap dengan backdrop pemandangan cantik di kota Barcelona yang seolah makin menambah suasana 'panas' yang coba dibangkitkan film ini.

'UNDERWORLD: RISE OF THE LYCANS', Bangkitnya Kaum Serigala

Rhona Mitra, Bill Nighy, Michael Sheen, Kevin Grevioux, Shane Brolly

Awalnya, kaum vampire adalah penguasa sementara kaum serigala jadi-jadian atau yang dikenal dengan nama Lycan adalah budak mereka. Tak ada yang bisa mengubah itu semua sampai muncul seorang pemuda dari bangsa Lycan yang mengubah hubungan tuan dan budak itu menjadi dua musuh bebuyutan selama berabad-abad.

UNDERWORLD: RISE OF THE LYCANS

Lucian (Michael Sheen) sadar bahwa ia berasal dari bangsa Lycan. Namun rasa cintanya pada Sonja (Rhona Mitra) membuatnya berani menentang semua aturan yang telah digariskan para leluhur mereka. Mungkin kisah asmara ini tidak akan jadi masalah seandainya Sonya hanyalah seorang vampire biasa. Celakanya, Sonya adalah putri dari Viktor (Bill Nighy) raja kaum vampire yang ditakuti.

Karena tak ingin darah bangsawan para vampire ternoda oleh darah budak Lucian, Viktor pun kemudian menangkap dan menyiksa Lucian dengan maksud memisahkan Lucian dari Sonja. Semula ide ini terasa sederhana, namun karena satu kesalahan, ini malah membuat kaum Lycan berontak dan menjadi musuh bebuyutan kaum vampire.

UNDERWORLD: RISE OF THE LYCANS

Bagian ketiga dari trilogi UNDERWORLD ini sekarang dipercayakan penggarapannya pada Patrick Tatopoulos. Ini adalah film pertama yang disutradarai Patrick yang sebelumnya adalah seorang production designer. Dan latar belakang itu juga yang membuat film ini jadi terasa hambar karena tak memiliki kedalaman cerita. Malahan bisa dibilang tak ada hal yang baru dalam film ini bila Anda sudah mengikuti dua film sebelumnya.

Dalam dua film sebelumnya, kisah di balik permusuhan antara kaum vampire dan lycan pun sudah jelas diceritakan, meski dalam bentuk kilas balik saja. Dan kisah itulah yang jadi topik bahasan film sepanjang 92 menit ini, nyaris tanpa ada 'sentuhan' apa pun yang membuatnya jadi lebih menarik. Hasilnya, sepanjang film kita memang hanya disuguhi tontonan khusus buat mata saja.

UNDERWORLD: RISE OF THE LYCANS

Dan soal tontonan buat mata, Patrick Tatopoulos jelas tahu benar apa yang harus dilakukan. Dari sisi produksi, film ini memang hampir tak punya cacat. Kualitas gambar, sudut pengambilan gambar, dan pewarnaan film ini memang cukup mengagumkan. Kesan 'dingin' ditampilkan sang sutradara dengan menggunakan warna kebiruan yang menjadi warna tema dari film ini.

Soal special effect dan make-up pun tak terlalu banyak masalah karena tampilan masing-masing pemain dan proses transformasi para lycan menjadi manusia serigala juga cukup meyakinkan. Yang patut disayangkan mungkin adalah koreografi tarung yang terkesan biasa-biasa saja. Namun untuk sekedar hiburan tanpa harus membebani pikiran dengan jalan cerita yang rumit dan berbelit-belit, film yang berhasil menembus jajaran sepuluh besar box office ini cukup bisa menghibur.

Kamis, Februari 05, 2009

THE DUCHESS', Kisah di Balik Tembok Istana

Georgiana (Keira Knightley) adalah seorang gadis cantik yang dipersunting William Cavendish (Ralph Fiennes), The Duke of Devonshire, di usia yang masih belia. Paras cantik Georgiana menjadikannya pusat perhatian seluruh negeri.

Semula Georgiana mengira pernikahannya dengan William akan menjadi sebuah pernikahan yang berbahagia. Sayangnya ini bukanlah yang terjadi karena ternyata William hanyalah ingin mendapatkan keturunan seorang putra dari Georgiana sebagai pewaris tahtanya. Ia bahkan sama sekali tak mencintai Georgiana dan memperlakukannya layaknya barang yang tak berharga.

Usaha Georgiana untuk memberikan keturunan laki-laki buat William pun agaknya tak mengalami kemajuan karena beberapa kali ia harus mengalami keguguran dan hanya mampu melahirkan dua orang putri buat William. Namun Georgiana tak putus asa dan tetap mencari jalan untuk bisa memberikan seorang putra buat suaminya.

Ketika sedang 'berobat' di Bath, Georgiana bertemu Bess Foster (Hayley Atwell) yang mengaku dilarang menemui anak-anaknya oleh suaminya. Karena kasihan, Georgiana kemudian meminta William untuk mengijinkan Bess tinggal di istana. Celakanya niat baik ini ternyata berbuntut petaka karena Bess dan William kemudian terlibat hubungan asmara.

Georgiana yang kecewa kemudian dekat dengan seorang politisi bernama Charles Grey (Dominic Cooper) dan menjalin hubungan asmara dengan pria ini. Hubungan terlarang ini kemudian berbuntut menjadi persoalan panjang yang akhirnya malah membuat hidup Georgiana jadi semakin rumit.

Senin, Februari 02, 2009

I like this movie...(Who Wants to Be a Slumdog Millionaire? )

Jamal Malik (Dev Patel) may not have a penny to his name, but that could all change in a matter of hours. He's one question away from taking the top prize on India's most popular television game show, but as with everything else in Jamal's life, it isn't going to be easy. Arrested by police under suspicion of cheating, Jamal is interrogated by the authorities. The police simply can't believe that a common "slumdog" could possibly possess the knowledge to get this far in the game, and in order to convince them of how he gained such knowledge, Jamal begins reflecting back on his childhood. As young boys, Jamal and his older brother, Salim, lived in squalor, and lost their mother in a mob attack on Muslims. Subsequently forced to rely on their own wits to survive, the desperate siblings fell back on petty crime, eventually befriending adorable yet feisty young Latika as they sought out food and shelter on the unforgiving streets of Mumbai. Though life on the streets was never easy, Jamal's experiences ultimately instilled in him the knowledge he needed to answer the tough questions posed to him on Who Wants to Be a Millionaire. And though Jamal makes a convincing case for himself, one question still remains: why would a young man with no apparent desire for wealth or fame be so determined to win big on a national game show?